Namun seringkali banyak pemahaman yang kurang mengenai lahan basah, termasuk bagaimana cara untuk memperoleh serta mengelolanya. Meski meliputi sebagian kecil dari permukaan bumi, lahan basah menjadi sistem yang penting bagi alam. Bagi kehidupan, lahan basah berfungsi sebagai sumber dan pemurnia air, pelindung pantai serta penyimpan karbon. BANDUNG- Lahan kritis di Provinsi Jawa Barat mencapai lebih dari 700.000 hektare. Kondisi tersebut dikhawatirkan memicu terjadinya bencana alam. Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, lahan kritis tersebut tersebar di seluruh Jabar. Umumnya, lahan kritis terjadi akibat alih fungsi lahan. "Lahan kritis tersebut umumnya terjadi konversilahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada tahap tertentu wajar terjadi, namun pada sisi lain jika tidak dikendalikan maka akan semakin bermasalah karena umumnya alih fungsi terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Ularwelang dapat tumbuh hingga lebih dari 2 meter, namun umumnya ular welang memiliki panjang sekitar 1,8 meter. Habitat ular welang. Ular welang dapat ditemukan di berbagai jenis habitat, mulai dari hutan hingga lahan pertanian. Biasanya, ular welang menempati gundukan rayap dan lubang hewan pengerat yang berada di dekat air. perkembangankota terutama penggunaan lahan permukiman yang tersebar secara sporadis di bagian wilayah pinggiran kota (Sujarto, 1997). Berdasarkan data dari BPS Kota Yogyakarta tahun 2000, konversi lahan pertanian yang paling tinggi dalam kurun waktu tahun 1995 sampai tahun 2000 yaitu Kecamatan Umbulharjo dengan luasan 106,78 ha. Rata-rata pertaniandi wilayah penelitian pada tahun 2000. Tabel 5 Data Lahan Pertanian dan Non Pertanian tahun 2000 Sumber : Arsip Monografi Kec. Bogor Utara Tabel 5 menunjukan bahwa lahan pertanian di wilayah penelitian pada tahun 2000 memiliki luas 17,36%, tidak mencapai setengah dari luas penggunaan lahan keseluruhan di wilayah penelitian. relatifmasih terjangkau. Sehingga di kawasan pinggiran kota terjadi alih guna lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi kawasan permukiman, industri dan lainnya. Kota Jakarta merupakan kota metropolitan terbesar di Indonesia, dengan luas 60.000 Ha, jumlah penduduk sekitar 8,5 juta jiwa (BPS DKI zArZ7k. penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan ANTARA - Rehabilitasi hutan bakau di pesisir Pantai Gambesi, Kota Ternate, Maluku Utara, yang mengalami kerusakan parah, kini terus dilakukan dengan cara menanam ribuan bibit di hutan bakau seluas 20 hektare. Merehabilitasi kerusakan hutan bakau atau mangrove dengan cara seperti itu juga terlihat di sembilan kabupaten kota lain di provinsi kepulauan ini. Harapannya, 10 tahun ke depan sudah dapat tertangani semuanya, terutama hutan bakau yang menjadi pelindung permukiman warga masyarakat. Pemerintah daerah bersama instansi terkait serta berbagai elemen pencinta lingkungan dan masyarakat di Malut terus berkolaborasi menangani kerusakan hutan bakau di daerah ini sebagai wujud kepedulian menjaga kelestarian tanaman pantai multifungsi itu. Penyebab utama kerusakan hutan bakau di provinsi berpenduduk 1,4 juta jiwa ini adalah eksploitasi berlebihan yang dilakukan masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti bahan bangunan rumah, pembuatan arang, kayu bakar, hingga material penopang pengerjaan bangunan bertingkat. Pengalihfungsian hutan menjadi permukiman, fasilitas umum, dan tempat usaha juga memberi kontribusi terhadap kerusakan hutan di Malut, seperti terlihat di Pantai Mangga Dua Kota Ternate, yang nyaris tidak menyisakan mangrove karena berubah menjadi area permukiman. Luas hutan bakau di provinsi yang terkenal dengan rempah ini tercatat ha, sebagian besar berada di Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Halmahera Tengah. Akan tetapi, lebih dari 50 persen dari luas hutan itu mengalami kerusakan berat dan ringan. Kerusakan hutan bakau di Malut telah mengakibatkan berkurangnya keragaman jenis tanaman ini di sejumlah kabupaten/kota, misalnya, di Kota Ternate yang semula memiliki lebih dari 30 jenis, kini tinggal tersisa 15 jenis mangrove. Abrasi pantai yang mengancam permukiman masyarakat dan fasilitas umum di sejumlah wilayah pesisir dan pulau kecil di Malut, juga merupakan dampak dari kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir setempat karena salah satu fungsi tanaman ini mencegah abrasi. Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba dan seluruh bupati/wali kota di provinsi ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah laju kerusakan hutan bakau, di antaranya larangan penebangan pohon ini untuk kebutuhan apa pun. Kebijakan larangan serupa juga diberlakukan terhadap pengalihfungsian hutan mangrove menjadi area permukiman dan tempat usaha. Selain itu, juga mewajibkan para pengusaha konstruksi tidak menggunakan kayu bakau dalam pengerjaan bangunan bertingkat atau konstruksi lainnya. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup, total luas lahan bakau di Indonesia tahun 2021 tercatat 3,36 juta ha atau 20 persen dari luas bakau di dunia, yang terdiri atas 2,6 juta ha dalam kawasan dan 702 ribu ha di luar kawasan atau mengalami penambahan luas 52 ribu ha dibandingkan tahun 2019 seluas 3,31 juta ha. Multifungsi Mangrove yang nama Latinnya Rhizophora ini memiliki multifungsi yang sangat penting, baik bagi kelestarian ekosistem pantai maupun kehidupan sosial ekonomi masyarakat, terutama yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hutan bakau dapat mencegah abrasi pantai, menghalangi sedimentasi perairan laut akibat erosi dari daratan, hingga mengurangi dampak gelombang pasang terhadap permukiman masyarakat yang berada di bibir pantai saat terjadi cuaca buruk, air pasang, hingga tsunami. Hutan bakau juga menjadi habitat berbagai jenis biota laut, seperti udang, kepiting, kerang-kerangan, dan ikan. Bahkan untuk jenis ikan tertentu malah menjadikan kawasan mangrove sebagai tempat pemijahan. Selain itu, hutan bakau juga dimanfaatkan berbagai jenis burung, seperti bangau untuk bersarang dan bertelur. Fungsi lain mencegah polusi, bahkan mangrove memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen sehingga berkontribusi dalam mengurangi kerusakan lapisan ozon akibat emisi gas. Bagian dari tanaman bakau, terutama daun, kulit, dan akar menjadi bahan baku obat herbal. Masyarakat Malut sampai saat ini masih memanfaatkan tanaman pantai itu untuk pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai jenis penyakit, seperti diare, kusta, flu, luka, bisul, mag, dan hipertensi. Banyaknya fungsi hutan mangrove itu, menurut pemerhati lingkungan di Malut Djafar Mustafa, harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat agar mereka ikut berkontribusi melestarikan bakau, minimal mereka tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak hutan itu. Tokoh adat, agama, dan tokoh lain yang berpengaruh di masyarakat harus diberi peran besar dalam upaya menyosialisasikan fungsi mangrove karena masyarakat yang umumnya masih menganut paham feodal mematuhi apa yang disampaikan tokoh-tokoh seperti itu. Di sisi lain, penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan mangrove . Akan tetapi penerapannya harus tetap bijak dan tidak boleh tebang pilih karena terkadang jika pelakunya masyarakat biasa diproses cepat, sedangkan jika orang penting cenderung didiamkan. Djafar Mustafa melihat perlunya mengupayakan konsep simbiosis mutualisme antara hutan mangrove dengan masyarakat. Di satu sisi, hutan mangrove terbebas dari perusakan dan di sisi lain masyarakat dapat menikmati manfaat dari keberadaan hutan bakau. Pengembangan hutan bakau menjadi objek wisata dengan memberi kewenangan penuh kepada masyarakat setempat sebagai pengelola, merupakan contoh dari konsep simbiosis mutualisme, seperti yang diterapkan di berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. Kemudian, menjadikan hutan bakau sebagai tempat budi daya ikan atau kepiting juga merupakan penerapan konsep simbiosis mutualisme antara hutan bakau dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan selamanya menjaga hutan mangrove sebagai tempat mencari nafkah. Editor Achmad Zaenal MEditor Achmad Zaenal M COPYRIGHT © ANTARA 2023 Pendahuluan Pernahkah kalian mendengar negara Singapura melakukan reklamasi untuk memperluas daratan? Reklamasi adalah alih fungsi lahan pantai menjadi daratan. Reklamasi tersebut disebut salah satu bentuk alih fungsi lahan yang disebut konversi lahan. Biasanya, mengubah expanse pertanian menjadi surface area dengan kegunaan lain, misalnya menjadi permukiman atau industri. Konversi lahan menjadi fenomena yang sering dijumpai di negara-negara Asean. Tidak hanya dilakukan diluar negeri, reklamasi juga dan telah akan dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa contoh kawasan reklamasi di tanah air antara lain di teluk Dki jakarta, Pantai Mamuju, Denpasar, Manado, Semarang, Tangerang, dan juga di Makassar. Proyek reklamasi dan revitalisasi di pantai utara Jakarta ditujukan untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah kawasan aktivitas bisnis, perekonomian maupun pemukiman. Dengan gagasan itu juga, Pemerintah Provinsi DKI Djakarta dan beberapa perusahaan mitra kerjanya ingin menjadikan Jakarta sebagai “Water Forepart City”. Kemudian, proyek reklamasi di pantai Mamuju, Sulawesi Barat. Mempercantik kota menjadi tujuan dari proyek reklamasi di lahan seluas eight,3 hektar ini. Jalan dua jalur akan dibangun di sekitar kawasan ini. Selain itu, fasilitas pelayanan publik juga akan dibangun. Dengan adanya pembangunan fasilitas publik ini, reklamasi diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Mamuju. Contohnya adalah, proyek pembangunan pusat jajanan serba ada pujasera, bisnis, perumahan, perkantoran, perbelanjaan, dan hotel. Selanjutnya reklamasi di Denpasar, Bali. Reklamasi di lahan seluas 380 hektar ini bertujuan untuk menghubungkan gugusan pulau Serangan. Lalu, reklamasi pantai di kota Manado, Sulawesi Utara, kawasan ini akan dikembangkan sebagai kawasan fungsional dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business organization District CBD. Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara Asean dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi terjadi terutama di daerah pinggiran kota ataupun area persawahan yang letaknya berdekatan dengan fasilitas umum, seperti di dekat pasar. Konversi lahan pertanian bersifat menular, artinya ketika satu petak lahan telah dikonversi, lahan pertanian di sekitar petak tersebut juga rawan dikonversi. Hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. a. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang, seperti negara-negara Asean. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggir kota. Biasanya, pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik Faktor sosial dan budaya hukum waris. Konversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang. Awalnya, petani di pedesaan mempunyai tanah, namun kemudian mereka menjadi petani gurem dan tak bertanah. Kondisi ini memengaruhi sistem social dan budaya hukum waris yang berorientasi pada nilai uang. Anak-anak petani tidak lagi diwarisi lahan pertanian, tetapi diganti dengan pembagian uang hasil penjualan lahan pertanian. Penggunaan lahan dalam pembangunan industri memerlukan perhatian beberapa negara industri. Pasalnya, tidak semua industri yang akan atau sudah dibangun berada di lahan yang tepat dan tidak menempati lahan produktif seperti lahan pertanian. Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian menurun. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. Konversi lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian. b. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Permukiman Permukiman menjadi kebutuhan pokok manusia. Semakin banyak jumlah manusia, expanse permukiman yang dibutuhkan juga semakin luas. Kondisi ini terjadi juga di negara-negara anggota Asean. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman marak dilakukan di negara-negara Asean. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatifnya itu adalah sebagai berikut. Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin kecil. Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya. Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH. Berkurangnya lahan resapan air. Konversi lahan identik dengan perubahan kondisi ruang. Konversi lahan tidak dapat dicegah karena kebutuhan manusia akan ruang tidak dapat dihindari. Mencegah konversi lahan bisa jadi menghambat pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian harus tetap terjadi. Meskipun demikian, kita harus mengawasi konversi lahan yang terjadi, jangan sampai mengganggu keseimbangan alam, ekosistem, dan kelangsungan hidup sebagian warga negara. Rincian Kerja Baca pendahuluan diatas ! Perhatikan foto/gambar lahan pertanian diatas ! Diskusikan dengan anggota kelompokmu mengenai gambar i, two dan iii, four ! Paparkan hasil diskusi kelompokmu tentang apa yang terjadi pada ke dua kelompok gambar/foto tersebut dan apa dampaknya ! Pertanyaan Sebutkan apa yang dimaksud dengan konversi lahan ! Jelaskan sesuai dengan pendapatmu apa yang terjadi pada gambar one, ii dan 3, 4 ! Sebutkan masing-masing 3 dampak atau masalah akibat konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan pemukiman ! Page 2 Dki jakarta – Alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman tanpa pengawasan dapat berdampak negatif bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Apa saja dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman? Alih fungsi lahan atau konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula atau yang seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri, seperti dikutip dari buku Perubahan Alih Fungsi Lahan oleh Fauziyah, dan Muh. Iman, Alih fungsi lahan merupakan salah satu konsekuensi dari perkembangan wilayah yang merespons pertambahan penduduk. Hal ini tampak dari alih fungsi lahan sawah menjadi lahan pemukiman perkotaan. Sebagian besar alih fungsi lahan tersebut menunjukkan ketimpangan penguasaan lahan yang didominasi pemilik izin mendirikan bangunan pemukiman, baik secara horizontal real manor atau vertikal apartemen. Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yakni sebagai berikut. 1. Turunnya produksi pertanian Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yaitu produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun, seperti dikutip dari buku Xplore Ulangan Harian SMP/MTs Kelas viii oleh Tim Foton Edukasi. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain. two. Hilangnya kesempatan petani Alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman membuat petani kehilangan kesempatan untuk menggarap lahannya secara berkelanjutan dan menjadikannya mata pencaharian. Petani juga jadi kehilangan kesempatan untuk mendapat manfaat panen atau hasil pertaniannya, baik untuk keluarga sendiri atau untuk dijual. three. Investasi pemerintah di bidang pengairan jadi tidak optimal Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman selanjutnya yakni investasi pemerintah di bidang pengairan jadi tidak optimal. Sarana dan prasarana dalam irigasi yang sudah didanai pemerintah jadi tidak difungsikan optimal karena sebagian sasarannya kini tidak lagi lahan pertanian, tetapi pemukiman. 4. Berkurangnya ekosistem sawah Berkurangnya ekosistem sawah di antaranya disebabkan oleh pembangunan pemukiman penduduk, industri, pertokoan, dan pariwisata. Ekosistem sawah yang berkurang karena alih fungsi lahan menjadi pemukiman meliputi komponen biotik dan abiotik. Sebagai informasi, contoh komponen biotik sawah yaitu tumbuhan seperti padi dan jagung, serangga, burung, dan keong. Sementara itu, komponen abiotik sawah yaitu seperti cahaya matahari, suhu, air, angin, batu, dan kelembaban tanah. Nah, jadi dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yaitu produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun, di samping dampak-dampak di atas lainnya. Selamat belajar ya, detikers. Simak Video “Warga Sukabumi Ngeluh Puluhan Tahun Irigasi Rusak, Apa Respons Kadis PU?“ twu/pal Folio 2 Jakarta – Alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman tanpa pengawasan dapat berdampak negatif bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Apa saja dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman? Alih fungsi lahan atau konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula atau yang seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri, seperti dikutip dari buku Perubahan Alih Fungsi Lahan oleh Fauziyah, dan Muh. Iman, Alih fungsi lahan merupakan salah satu konsekuensi dari perkembangan wilayah yang merespons pertambahan penduduk. Hal ini tampak dari alih fungsi lahan sawah menjadi lahan pemukiman perkotaan. Sebagian besar alih fungsi lahan tersebut menunjukkan ketimpangan penguasaan lahan yang didominasi pemilik izin mendirikan bangunan pemukiman, baik secara horizontal real estate atau vertikal apartemen. Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yakni sebagai berikut. 1. Turunnya produksi pertanian Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yaitu produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun, seperti dikutip dari buku Xplore Ulangan Harian SMP/MTs Kelas 8 oleh Tim Foton Edukasi. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain. 2. Hilangnya kesempatan petani Alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman membuat petani kehilangan kesempatan untuk menggarap lahannya secara berkelanjutan dan menjadikannya mata pencaharian. Petani juga jadi kehilangan kesempatan untuk mendapat manfaat panen atau hasil pertaniannya, baik untuk keluarga sendiri atau untuk dijual. three. Investasi pemerintah di bidang pengairan jadi tidak optimal Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman selanjutnya yakni investasi pemerintah di bidang pengairan jadi tidak optimal. Sarana dan prasarana dalam irigasi yang sudah didanai pemerintah jadi tidak difungsikan optimal karena sebagian sasarannya kini tidak lagi lahan pertanian, tetapi pemukiman. 4. Berkurangnya ekosistem sawah Berkurangnya ekosistem sawah di antaranya disebabkan oleh pembangunan pemukiman penduduk, industri, pertokoan, dan pariwisata. Ekosistem sawah yang berkurang karena alih fungsi lahan menjadi pemukiman meliputi komponen biotik dan abiotik. Sebagai informasi, contoh komponen biotik sawah yaitu tumbuhan seperti padi dan jagung, serangga, burung, dan keong. Sementara itu, komponen abiotik sawah yaitu seperti cahaya matahari, suhu, air, angin, batu, dan kelembaban tanah. Nah, jadi dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yaitu produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun, di samping dampak-dampak di atas lainnya. Selamat belajar ya, detikers. Simak Video “Warga Sukabumi Ngeluh Puluhan Tahun Irigasi Rusak, Apa Respons Kadis PU?“ [GambasVideo 20detik] twu/pal - Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupan mereka pada hasil pertanian. Selain itu, ada fenomena lain yang juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia semakin hari terus meningkat. Pada 2009, jumlah penduduk Indonesia diketahui sudah mencapai 230 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,33 tersebut lantas membuat salah satu negara ASEAN ini memiliki jumlah kebutuhan yang lebih besar. Salah satunya kebutuhan pada lahan. Namun, seiring berkembangnya zaman, terjadi konversi lahan dari yang awalnya untuk pertanian menjadi non-pertanian. Lalu, apa faktor pendorong konversi lahan di ASEAN?Baca juga Apa Peran Indonesia dalam Bidang Ekonomi di ASEAN? Pertumbuhan perkotaan Pada dasarnya, faktor pendorong konversi lahan di ASEAN terdiri atas tiga hal, yaitu faktor eksternal, faktor internal, dan faktor kebijakan. Faktor eksternal yang mendorong konversi lahan di ASEAN adalah pertumbuhan perkotaan fisik atau spasial, demografi ataupun ekonomi. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain terhadap lingkungan dan potensi dari lahan itu sendiri. Perubahan fungsi ini tentu didorong oleh beberapa faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin lama semakin bertambah jumlahnya, sehingga tuntutan akan mutu kehidupan juga ingin lebih baik. Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan di Wilayah Peri-urban Kota Semarang Studi Kasus Area Berkembang Kecamatan GunungpatiPengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan di Wilayah Peri-urban Kota Semarang Studi Kasus Area Berkembang Kecamatan GunungpatiKeterbatasan fisik alam yang berbukit dan rawan bencana longsor membuat konversi lahan di areaberkembang Kecamatan Gunungpati menjadi perihal yang penting untuk ditinjau pengaruhnyaterhadap kondisi lingkungan. Padahal fungsi dari Kecamatan Gunungpati itu sendiri adalah sebagaikawasan konservasi dan daerah resapan air. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di sana. Berdasarkan hasil penelitian, area berkembang Kecamatan Gunungpati mengalamikonversi lahan menjadi lahan terbangun sebesar 28,02 Ha, atau bertambah 39,5% dalam 11 tahunterakhir. Pengaruhnya terhadap lahan yaitu terjadinya longsor di permukiman warga. Berdasarkanhasil overlay peta kesesuaian lahan dengan lahan terbangun, sekitar 129 ha 24% lahan permukimanberada di kawasan penyangga. Konversi lahan tersebut juga berpengaruh pada berkurangnya daerahresapan air yang berakibat pada berkurangnya debit air baw... Latar BelakangPermasalahanPengertian LahanPenyebab Konversi Lahan dari Berbagai AspekDampak Negatif dari Konversi LahanDampak Positif dari Konversi LahanUpaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Latar Belakang Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya – Menurut Purwowidodo 1983 lahan mempunyai pengertian, yaitu suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sedangkan, sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Lahan pertanian memiliki fungsi yang besar bagi kemanusiaan melalui fungsi gandanya multifunctionality. Selain berfungsi sebagai penghasil produk pertanian tangible products yang dapat dikonsumsi dan dijual, pertanian memiliki fungsi lain yang berupa intangible products, antara lain mitigasi banjir, pengendali erosi, pemelihara pasokan air tanah, penambat gas karbon atau gas rumah kaca, penyegar udara, pendaur ulang sampah organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati Agus dan Husen 2004. Fungsi sosial-ekonomi dan budaya pertanian juga sangat besar, seperti penyedia lapangan kerja dan ketahanan pangan. Eom dan Kang 2001 dalam Agus dan Husen 2004 mengidentifikasi 30 jenis fungsi pertanian di Korea Selatan. Saat ini, jumlah luasan lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami gangguan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan Pasandaran 2006. Kondisi ini mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan atau yang dikenal dengan konversi lahan. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri Utomo et al 1992. Penggunaan sumberdaya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang secara ekonomi lebih menguntungkan yaitu ke arah penggunaan yang memberikan penerimaan keuntungan ekonomi yang paling tinggi. Penggunaan lahan untuk sawah merupakan salah satu penggunaan lahan yang mempunyai nilai land rent rendah dibandingkan dengan penggunaan lain. Hal tersebut menjadi salah satu alasan banyak terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain. Menurut Panuju 2004, rata-rata di seluruh wilayah di Jabodetabek pertumbuhan sektor pertanian terus mengalami penurunan. Permasalahan Konversi lahan di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luas lahan pertanian sawah di Indonesia tercatat sekitar 8,9 juta hektar, sekitar hektar telah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya Badan Pertanahan Nasional 2004. Konversi dapat menjadi persoalan serius pada masa mendatang bila tidak dapat ditangani dengan baik. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun sementara luas wilayah yang cenderung tetap dapat meyebabkan meningkatnya nilai ekonomis akan lahan. Seiring dengan perkembangan ekonomi, tingkat kebutuhan akan semakin meningkat. Keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan masyarakat memikirkan strategi baru dalam pemenuhan kebutuhan. Salah satu daerah yang banyak mengalami konversi lahan, yaitu kota Bogor, khususnya daerah Puncak, Cisarua, jawa Barat. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki posisi strategis sebagai kawasan yang menghubungkan antara kota Jakarta dengan kota Bandung. Letaknya yang berada diantara 106°43’30”BT – 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter sampai 330 meter di atas permukaan laut menjadikan kota Bogor sebagai kota yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Letaknya yang strategis serta ditunjang kondisi sumber daya alam yang cukup melimpah menjadikan kota Bogor berpotensi sebagai komoditas ekonomi. Kekayaan panorama alam yang indah yang tersebar di beberapa titik menjadikan Bogor sebagai salah satu kawasan tujuan para wisatawan, baik lokal maupun asing. Dari sejumlah data menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapai orang atau meningkat sebesar 37% dibandingkan dengan tahun 2005 yang berjumlah orang. Sedangkan wisatawan asing pada tahun 2005 berjumlah orang dan untuk tahun 2006 berjumlah orang. Dengan demikian mengalami peningkatan sebesar persen. Pemda Bogor 2010. Kawasan Puncak yang berada di dataran tinggi Jawa Barat memiliki keragaman sumberdaya alam yang bernilai ekonomis sebagai kawasan wisata alam. Secara administratif wilayah Puncak merupakan bagian dari Kabupaten Bogor yang difungsikan sebagai kawasan konservasi untuk menjaga dan mempertahankan lahan hijau sebagai kawasan resapan air. Letak geografisnya yang berada di ketinggian 330 meter di atas permukaan laut memberi predikat penting sebagai penjaga stabilitas laju air yang mengalir dari hulu ke hilir yang bermuara di kawasan kota Jakarta yang posisinya lebih rendah dari kota Bogor. Perilaku pengembangan investasi berupa rumah singgah villa di kawasan Puncak sangat Antroposentris. Artinya, kepentingan ekonomi didahulukan untuk kebutuhan manusia sementara nilai dan etika lingkungan diabaikan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab perubahan besar yang mampu menggeser suatu tatanan ekosistem serta fungsi alaminya. Akibatnya, berujung pada dampak-dampak negatif seperti bencana banjir dan kerusakan ekologi. Lahan memiliki pengertian yang hampir serupa dengan sebelumnya bahwa lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman, dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang Sitorus 2004. Jayadinata 1999 menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu 1 Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. 2 Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. 3 Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecenderungan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika Munir 2008. Penggunaan lahan itu sendiri dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan lain sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa permukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan Arsyad 1989. Namun, dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya untuk jangka pendek sehingga kelestariannya semakin terancam.. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi hutan lindung menjadi lahan pemukiman. Contoh di atas adalah bentuk konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda Wahyunto et al 2001. Barlowe 1986, berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah 1. faktor-faktor fisik dan biologis; serta 2. Faktor ekonomi dan institusi kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuhan, hewan, dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, sosial politik dan ekonomi masyarakat. Sedangkan, menurut Sihaloho 2004 konversi lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga struktur ekonomi rumah tangga, kesejahteraan rumah tangga orientasi nilai ekonomi rumah tangga, dan strategi bertahan hidup rumah tangga. Berdasarkan fakta di lapangan, ada dua jenis proses konversi lahan sawah, yaitu konversi sawah yang langsung dilakukan oleh petani pemilik lahan dan yang dilakukan oleh bukan petani lewat proses penjualan. Sebagian besar konversi lahan sawah tidak dilakukan secara langsung oleh petani tetapi oleh pihak lain yaitu pembeli. Konversi yang dilakukan langsung oleh petani luasannya sangat kecil. Hampir 70 persen proses jual beli lahan sawah melibatkan pemerintah, yaitu ijin lokasi dan ijin pembebasan lahan. Masalah mengenai lahan ini dipicu oleh manusia dalam upayanya memenuhi kebutuhannya baik itu sandang, papan dan pangan. Teori Robert Malthus menyatakan bahwa “Pangan bertambah mengikuti deret hitung sedangkan jumlah manusia akan bertambah seiring dengan deret ukur”. Hal ini yang menjadi pemicu bagi manusia untuk memanfaatkan lahan ditambah lagi dengan bertambahnya ilmu seseorang akan memicu orang tersebut untuk berfikir bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya alam ini sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai. Ketersediaan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Hasil sensus pertanian menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa antara lain konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan permukiman. Konversi lahan ini, terutama pulau Jawa sebagai gudang pangan nasional, menyebabkan gangguan yang serius dalam pengadaan pangan nasional. Konversi lahan sawah yang tidak terkendali juga akan menyebabkan penurunan kapasitas penyerapan tenaga kerja pertanian dan perdesaan serta hilangnya aset pertanian bernilai tinggi Irawan et al 2001. Konversi lahan merupakan masalah yang tidak pernah akan habisnya karena semua sumber daya yang tuhan berikan merupakan anugerah yang diberikan agar manusia mampu memanfaatkannya dengan baik, namun pada saat ini manusia terkendala akan lahan yang diketahui jumlah tetap. Penyebab Konversi Lahan dari Berbagai Aspek Pengembangan tempat singgah yang biasanya berbentuk villa semakin banyak dibangun di kawasan puncak. Villa-villa tersebut tidak hanya sebagai tempat peristirahatan pribadi tetapi juga dapat dikomersilkan. Persoalannya, gedung-gedung itu didirikan di kawasan hutan lindung dan daerah aliran sungai DAS. Padahal, kawasan itu merupakan daerah resapan air di kawasan Puncak Bogor. Akibatnya, muncul permasalahan berupa kerusakan lingkungan, seperti fenomena banjir kiriman yang melanda Jakarta beberapa tahun terakhir dan kerusakan ekologi lainnya. Kerusakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh tata ruang kota Jakarta yang tidak rapi, tetapi juga dinilai sebagai akibat semakin terkikisnya sumber-sumber resapan air akibat alih fungsi lahan konservasi hutan di kawasan Puncak, Bogor. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi fenomena yang lazim. Bila pada tahun 1980-an di sepanjang jalan menuju puncak terhampar luas berbagai perkebunan, kini di lahan yang sama telah banyak berdiri villa, restoran, atau perumahan. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi bagian dari hukum permintaan dan penawaran. Ketersediaan lahan yang terbatas sementara permintaan terhadap lahan terus meningkat menuntut realokasi penggunaan lahan ke arah yang paling menguntungkan. Berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar faktor penyebab konversi dapat dipilah menjadi dua, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam tataran makro, konversi lahan di kawasan puncak disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-perkebunan yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta gaya hidup. Dalam skala mikro, alasan utama dilakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan yang menarik, serta harga lahan yang relatif murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baaru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan untuk lahan perkebunan atau resapan air hujan. Dampak Negatif dari Konversi Lahan Secara teoritis, alih fungsi lahan dapat menimbulkan kerugian, terutama hilangnya daerah resapan air hujan serta hilangnya lahan produktif hasil perkebunan, disamping tidak menampik adanya manfaat ekonomi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk membuat kalkulasi pasti dari manfaat dan kerugian akibat konversi ini, karena cukup banyak manfaat dan kerugian yang sulit diukur. Dampak negatif konversi lahan di kawasan puncak Bogor adalah hilangnya “peluang” memproduksi hasil perkebunan dilahan perkebunan yang terkonversi, diantaranya hilangnya produksi perkebunan dan nilainya. Selain itu, dampak yang bisa terjadi yaitu erosi tanah, yang tidak hanya berdampak terhadap daerah yang langsung terkena, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan air dan saluran irigasinya, pendangkalan sungai, dan pengendapan partikel-partikel tanah yang tererosi di daerah cekungan. Dengan demikian bukan saja lahan yang terkena dampak, tetapi juga kondisi sumber daya air menjadi buruk. Dampak lain yang sering kita rasakan pula ialah banjir, banjir disebabkan oleh berkurangnya daerah serapan air yang dikonversi oleh bangunan sehingga banyak menimbulkan bahaya bagi manusia karena dampak banjir pun mampu melumpuhkan roda perekonomian, hal itu pernah terjadi pada ibukota Jakarta pada tahun 2007. Banjir pun dapat disebabkan oleh tata perencanaan kota dan ruang serta banyak sampah yang menghalangi air sehingga aliran air sungai terhambat dan tidak dapat mengalir ke laut serta sistem drainase yang buruk dapat memicu terjadinya banjir. Konversi lahan pun memiliki dampak yang buruk terhadap produktivitas lahan karena produktivitas lahan dipengaruhi oleh luas lahan dan produk yang mampu di produksi pada lahan tersebut. Hal ini dikarenakan apabila suatu lahan pertanian telah dikonversi menjadi non pertanian maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian karena lahan setelah konversi akan menurunkan kesuburan dari lahan tersebut serta mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi lahan pertanian. Dampak Positif dari Konversi Lahan Selain dampak negatif dari konversi lahan, terdapat dampak positif dari konversi lahan tersebut yakni terdapatnya lapangan pekerjaan untuk penduduk sekitar, sehingga para penduduk yang tidak memiliki pendapatan akan mendapatkan penghasilan. Kebutuhan sandang seperti pemukiman untuk penduduk bisa terpenuhi. Selain itu akses informasi publik dari akan lebih cepat diterima setelah adanya pembangunan. Konversi lahan menyebabkan lebih banyaknya investor yang datang dan memberikan dana untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Adanya konversi lahan ini akan berakibat wilayah tersebut akan lebih maju karena adanya pembangunan di wilayah tersebut. Upaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Berdasarkan fakta, upaya pencegahan konversi lahan sulit dilakukan, karena lahan merupakan private good yang legal untuk ditransaksikan. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Pengendalian yang dilakukan sebaiknya bertitik tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan perangkat hukum. Namun hal tersebut hendaknya didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai Suwarno, 1996. Pemberian izin mendirikan bangunan IMB merupakan salah satu upaya pencegahan konversi lahan, dimaksudkan untuk pembinaan agar orang atau badan yang bermaksud membangun dapat membangun sesuai ketentuan yang berlaku, pengaturan akan tata kelola bangunan, pengendalian agar menghindari laju pembangunan yang terlalu tinggi yang akan berdampak buruk bagi lingkungan serta, pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi maupun institusi. Demikian penjelasan artikel diatas Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya semoga dapat bermanfaat untuk pembaca setia

konversi lahan permukiman di asean umumnya terjadi di wilayah